( Februari 2008 )
Kisah pencarian
Ketika mentari
merangkak pergi beranjak meninggalkan merahnya senja di sore ini,
hening gulita malampun mulai datang menyapa disambut riuh mengalun
gamelan malam yang kian bersahutan. Diberanda itu ku duduk bersandar
pada heningnya dinding dalam remang – remang cahya rembulan yang jatuh
ditubuhku lalui sela – sela dedaunan yang tenang bergoyang diterpa
lembutnya angin malam. Sesaat ku tatap hening wajah sang rembulan di
balik dedaunan, indah…., benar – benar indah ditengah kegelapan yang
kian menelan.
Begitu tenang malam ini….., heningnya begitu menyentuh
satu ujung masa laluku, masa ketika aku terlena dalam buaian angan dan
harapan, masa ketika aku terlupa bahwa hidup tak bisa diubah begitu
saja, saat ku memaksa semua harus bisa berubah, berubah bagaikan
setetes air dalam cawan hiasan.
Malam ini senyuman rembulan dan
gulitanya alam kian mengingatkanku bahwa aku keliru, keliru karena telah
mencoba pergi meninggalkan indahnya kegelapan gulita, kini kusadari
bahwa semua akan terasa indah jika berlalu mengalir bagaikan rembulan
yang selalu melaju pada waktu, begitu indah saat ku bertemu begitu
tenang saat dia dating dan begitu bermakna ketika ia menyapa, namun
semua ini terasa indah karena ada kegelapan, karena dia berada di antara
gulitanya malam, dan ketika dia berlalu menikmati waktu, lantas kenapa
ku harus berlalu.
Ketika malam terasa menyesakkan……, ternyata bukan
karena kelam yang datang dengan keheningan tapi karena ku keliru
termenung dibawah awan yang pekat ditengah malam, menanti rembulan
disaat terlelap di ujung waktu, hingga ia terdiam susuri lorong waktu
yang terus berlalu. Tapi malam ini keheningan itu kian berseri,
gulitanya malam kian tenang, dan indahnya rembulan terasa menentramkan.
Terlalu
panjang malam - malam yang kulalui selama ini, tiap titik cahaya terasa
begitu berharga dan selalu menjadi cita – cita. Bahkan ku bias berbuat
teramat banyak hal tuk bias lalui gelapnya malam – malam itu. Semakin
kelam malam membuatku semakin rindu pada mentari pagi, mentari yang ku
anggap bisa berikan kehangatan dan indahnya pelangi di tetes – tetes air
yang berjatuhan.
Pagi itu ku terbangun dari keheningan, sejenak
mataku memandang jendela tua rumahku yang merah diterpa cahya mentari.
Pagi itu kudapati mimpi indahku, kutemui mentari pagi, kudapatkan
indahnya cahya yang selama ini tiada. Dan malam ini kudapatkan indahnya
keheningan malam yang selama ini melenakan. Kini ku tak takut lagi
hadapi semua sisa malamku, tapi ku tak tahu hingga kapan mentari itu
berikan cahya pada hari – hariku. Hanya satu dariku temani sepi dalam
indahnya malamku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar