Lembar-demi lembar kisah itu terbang, satu persatu jatuh meringkih
disekeliling batang pohon yang kian mengering, pluk….. pluk…. Suaranya renyah
dan terdengar nyaring di antara desiran—desiran angin yang datang silih
berganti masuk dan keluar menjelajah lorong-lorong sunyi pada batang yang kering
itu.
Sang pelatuk pun datang…., dengan kepongahan memperlihatkan paruh
tajam yang kuat itu, hilir mudik dia lalui batang-batang kering sisa usia yang
kian usang dan terus mengerang. Si platuk mulai tancapkan paruhnya mencoba
membaca sisa-sisa cerita yang sebagian t’lah mulai berguguran bersama jatuhnya
daun-daun kering dari tiap ketukan paruhnya.
Sejenak terdiam…… si pelatuk menghentikan patukannya, matanya yang
mulai tajam menoleh desiran pada sebuah lorong debu yang kelam itu, hamparan
pertanyaan mulai menggelayut di benak kecilny, kerasnya paruh di mukanya kini
tak mamberikan satupun jawaban apalagi kejelasan yang dia tahu hanyalah
menambah deretan lorong kelam sepanjang jalan.
Tak lama kemudian, jatuhlah selembar daun kering menguning disamping
akar tua yang juga tlah lelah melalui musim dan masa serta lembar-lembar cerita
menjelang hari tua. Daun itupun akhirnya terdiam dan hanya terhempas diatas
rerumputan yang telah membaca kisah panjang kekeringannya. Daun Kering dan
sisa-sisa kisah abadinya. Daun keering…………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar